Malaikat Kesayanganku

“ Ayoooooh….” itu suara yang ku dengar dari rumah Buklekku. Aku pun berlari menuju rumah yang terdengar teriakan ibu. Untung saja rumah itu tak jauh dari rumah bullekku. Lima langkah saja aku sudah sampai. Sesampai di rumah itu, semua orang menangis. Disisi lain ku melihat ayah yang memejamkan mata, sedangkan ibu menangis disamping ayah. Satu bulir bening lolos dari mataku dalam benakku tumbul satu pertanyaan, Ada apa dengan Ayah?, akhirnya aku memutuskan untuk kedepan. Disanalah aku menemukan jawabannya. Kakak perempuan berlari padaku seraya berkata “ Ayah dek, udah di ambil sama Allah”. Katanya sambil menangis. Mendengar ucapan itu, seketika itu rasanya ada yang menghantam dadaku, air mataku semakin deras, tangisku pecah dan semakin menjadi – jadi. Tak siap rasanya untuk menerima kenyataan ini. Padahal waktu itu aku masih menginjak taman kanak – kanak, adekku masih belum sekolah dan kakakku telah menginjak Sekolah Menengah Atas (SMA).

Dulu, sebelum kejadian itu terjadi. Biasanya pada hari minggu ayah mengajakku untuk jalan pagi. Dia selalu tersenyum pada tetangga, dan bercengkrama. Aku pernah bertanya pada ayah “Yah kenapa kalo ketemu sama orang ayah senyum – senyum”. Tanyaku. “ Ya ….. karena kalo kita senyum itu oarang – orang banyak yang seneng ke kita, jadi adek juga harus gitu, harus ramah dan saling tolong menolong pada sesama manusia”. Jawabnya. Aku yang mendengarnya hanya mangut – mangut. Ketika ba’da Maghrib ayah mengajarkanku dan anak – anak disana, untuk mengaji. Dia orang yang sabar meskipun anak-anak bandel tak pernah sekalipun ia memarahi mereka. Dengan telatennya ia menagajari mereka. Jika malam tiba, ayah mengajakku keluar untuk memandang bintang. “ Ayah bintang itu banyak ya..” kataku pada ayah. “ iya …. selain bintang banyak, bintnag juga juga tinggi, adek mau ngambil bintang ?” tanyanya “ Iya nanti kalo udah dapet mau tak kasih ayah”. Jawabku. Ayah pun tersenyum seraya memelukku.

Pada suatu ketika saat yang lain pintar membaca di TK. Sedangkan aku masih terbata – bata. Ibu marah padaku, karena aku tak pernah belajar , lalu ayah menghampiriku dengan membawa buku gemar membaca. Dia mengajariku dengan telaten. Meskipun, aku masih terbata – bata dia tetap sabar. Satu pesannya yang kuingat sampai sekarang. Dia berkata padaku “ jangan sekali – kali adek ngecewain ibu, kalo adek udah gapai bintang adek, jangan sekali – kali adek lengah karena mempertahankan tak semudah memperjuangkan. Kalo ibu bangga ayah juga bangga sama adek”

Kenangan ini yang mengajarkanku banyak hal. Dari ayah aku belajar untuk bersabar dalam kondisi apapun. Aku bertekad untuk menggapai bintang itu. Entahlah kapan tapi, aku harus tetap berjuang. Karena di antara ribuan bintang pasti ada satu untukku.

Kadang aku pernah berfikir akankah ayah senang dengan keadanku yang sekarang. Andai dia masih ada, aku rindu pelukan hangatnya, nasehatnya. Sudahlah apa boleh buat, takdir sudah berkata lain. Malaikat kesayanganku sudah dipanggil yang maha kuasa. Tapi, aku takkan menggantikan posisi malaikat kesayanganku dengan orang  lain. Semoga dia tenang disana. Dan tak pernah kecewa pada diriku.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *