Namanya adalah Rian, seorang anak yang hidup berdua hanya dengan neneknya, yaitu Mbah Ijah, dia merupakan anak yang berprestasi pada saat Sekolah Menengah Pertama, namun putus sekolah semenjak kepergian kedua orang tuanya. Rumahnya yang dibilang mapan, dijual karena untuk melunasi utang kedua orang tuanya, alhasil sekarang Rian dan Mbah Ijah, hanya tinggal disebuah rumah gubuk tidak jauh dari pemukiman warga, neneknya yang sakit-sakitan sudah tidak bisa bekerja lagi, jadi Rian harus banting tulang untuk membeli obat Mbah Ijah.
Pekerjaan Rian yang utama adalah mengamen, suara Rian memang sangat merdu, mirip seperti suara Tulus, Rian sangat mengidolakan Tulus dari semenjak SMP kelas 2, terkadang jika Rian tidak letih, Rian mencari pekerjaan yang lain seperti mencuci piring di warung-warung dan tukang parker
“Mbah, Rian mau ngamen dulu ya “pamit Rian ke Mbah Ijah, “Gamau sarapan dulu? Itu dapat nasi dari Pak Edi ‘ucap Mbah Ijah. Rian dan Mbah Ijah memang sering mendapat nasi dari para tetangganya, karena kebutuhan hidup yang berkecukupan. Bahkan terkadang Rian sampai tidak makan seharian demi Mbah Ijah “Mbah aja yang makan, Rian masih kenyang “ucap Rian bohong, sebenarnya Riang sangat lapar, perutnya sudah keconcongan dari semalam “Tenan? Yo wes ati-ati ya “ucap Mbah Ijah sambil mengelus-elus kepala Rian “iya mbah, Assalamu’alaikum “pamit Rian lagi dan berlalu meninggalkan Mbah Ijah. Rian dan keluarganya sebenarnya memang keturunan suku Jawa, tetapi semenjak kelas 3 SD, Rian dan keluarganya termasuk Mbah Ijah pindah ke daerah Bandung. Jadi bahasa Rian bercampuran Jawa dan Sunda
Rian pun pergi mengamen di perempatan jalan. Beberapa jam kemudian pada saat sedang asyik nya mengamen, tiba-tiba tetangganya yang bernama Pak Edi dating kepada Rian “Rian, heh Rian, cepet pulang, nenek kamu gak sadarkan diri “ucap Pak Edi dari kejauhan sambil berlari menghampiri Rian “hah, yang bener pak? “Rian kaget mendengarnya “iya atuh, yaudah sok ikut bapak, membawa Mbah Ijah ke Rumah Sakit bhayangkara, setelah diperiksa oleh dokter, ternyata Mbah Ijah mengidap penyakit gagal ginjal, dan harus melakukan rawat inap selama beberapa minggu, Rian kaget mendengarnya, lalu tiba-tiba suster menghampiri Rian “maaf mas, silahkan mengurus biaya administrasi terlebih dahulu “oh baik sus, terima kasih “Rian pun segera menghampiri ruang administras. Setibanya diruang tersebut, suster menjelaskan secara rinci pembayaran Mbah Ijah “jadi total semuanya 7 juta 450 ribu rupiah “ucap suster itu sambil memberi nota pembayaran “hah 7 juta sus “Rian benar-benar speechless mendengarnya, dan mengecek kantong sakunya “hasil ngamen tadi, Cuma dapet 35 ribu, dapat dari mana uang sebanyak itu “batin Rian “sus, bisa minta waktu semingga gak, buat bayarnya? “tawar Rian “boleh, kalo bisa secepatnya ya mas “jawab suster “makasih sus, kalau gitu saya pamit ya, punten “ “oh iya manga “Rian pun pergi meninggalkan ruangan tersebut
Adzan berkumandang, pertanda memasuki waktu dzuhur. Setelah adzan itu selesai, Rian melangkahkan kaki pergi ke musholla, lalu berwudhu dan melaksanakan sholat Dzuhur, setelah sholat, Rian berdo’a ke Yang Maha Kuasa, dari khusyu’nya berdo’a, Rian sampai menangis karena Riang memang benar-benar tidak tau harus berbuat apa
“Ya Allah, hamba harus bagaimana ya Allah, hamba binggung harus mencari uang sebanyak itu dimana, berilah hamba petunjuk Ya Allah, bantulah hamba-mu yang malang ini Ya Allah, hanya kepada engkau-lah hamba meminta, hanya engkalah yang maha pengasih lagi maha penyayang, hamba mohon Ya allah kabulkanlah do’a hamba-mu ini. Aamiin ya robbal alamin
Setelah Rian selesai berdo’a, tidak lupa pula dengan berdzikir, selesai berdzikir, Rian pergi ke kamar Mbah Ijah untuk berpamitan sesampainya di kamar Mbah Ijah, ternyata Mbah Ijah belum sadar, “Mbah, kok belum sadar sih, Mbah yang kuat ya, pasti sakit ya mbah, Rian gatau harus berbuat apa, Mbah do’ain Rian ya, biar Rian nemu pinjem uang, ya udah ya Mbah, Rian mau nyari uang dulu. Assalamu’alaikum “setelah berpamitan ke Mbah Ijah, Rian pergi meninggalkan Rumah Sakit itu, dan melanjutkan mengamen ke warteg yang kebetulan sedang rame, Rian mogok makan sebelum hasil ngamen nya memuaskan “punten teteh akang, abdi hendak ngamen nya “(Permisi mbak mas, saya mau ngamen ya) ucap Rian sopan
*Perjalanan membawaku*
*Bertemu denganmu*
*Ku bertemu kamu*
“Eh, stop-stop Gandeng pisan, suara maneh teh le’leres
Pergi sono, ganggu wae “(Eh, udah-udah, berisik banget, suara kamu itu gak enak, pergi sana ganggu aja) “ucap ibu pemikik warteg itu ketus, “oh, he’eh hampura nya bu udah ganggu. “jawab Rian dengan merasa bersalah
Awal ngamen saja sudah membuat Rian pasra, baru kali ini suara Rian dibilang gak enak, padahal biasanya orang-orang sampai request lagu dari saking merdunya suara Rian, namun , Rian pantang menyerah Rian tetap bersikeras untuk ngamen, Rian memutuskan untuk mengamen di perempatan jalan seperti biasanya, saat dalam perjalanan, tiba-tiba ada seseorang yang menabrak Rian dari belakang dengan sangat keras
Bugh
Rian dan orang itu pun jatuh terseungkur, orang itu membawa ransel yang isinya entah apa, lalu warga-warga menghampiri mereka berdua. “nah, ini copetnya, bawa aja ke kantor polisi “ucap salah satu warga, Rian kaget saat mendengar kata copet “oh, jadi dia copet, syukur deh udah ketangkep “batin Rian, dan tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang menjulurkan tangan ke Rian, bermaksud untuk membantu Rian berdiri “terima kasih pak “ucap Rian sambil membersihkan baju yang kotor akibat jatuh “engga, buka kamu yang bilang terima kasih, seharusnya bapak, yang bilang terima kasih “kata si bapak itu sambil mengambil ransel yang jatuh “loh kok gitu pak?” Tanya Rian keheranan, ransel ini isinya uang 45 juta, kalo gaada kamu bapak gatau harus berbuat apa “jawab bapak “oalah uang toh pak, beruntung pak copetnya udah ketangkep “sambung Rian ikut senang “sebagai gantinya, ini bapak kasih uang, semoga bermanfaat ya “ucap si bapak sembari menjulurkan uang 2 lembar 100 ribuan”eh, engga pak, gausah, orang tadi Cuma kebetulan kok “tolak Rian “yaudah kalau kamu gamau, kamu ngamen? “Tanya si bapak lagi “iya pak, kenapa? “ucap Rian tanya balik “gini aja, gimana kalau kamu kerja di studio musiknya bapak, tawar si bapak “oh, boleh banget pak, kebetulan saya emang nyari kerjaan “ucap Rian kegiarangan “yaudah ayo ikut bapak “ajak si bapak, Rian mengangguk
Rian pun ikut si bapak pergi ke tempat studio itu, dalam perjalanan Rian terus menerus mengucapkan terimakasih kepada Yang Maha Kuasa, Rian benar-benar beruntung hari itu sesampainya di studio music, Rian disuruh menceritakan tentang kehidupannya selama ini, Rian pun menceritakannya mulai dari dia pindah, orang tuanya meninggal dunia, putus sekolah karena gapunya biaya, dan sekarang neneknya yang sedang sakit parah, sangking menghayatinya Rian bercerita, sampai-sampai Rian mulai meneteskan air mata “turut prihatin sama Mbah Ijah, terus gimana keadaannya sekarang? “Tanya si bapak “kata dokter kalau mbah belum sembuh selama seminggu ini, maka Mbah Ijah akan dioperasi, saya gatau harus nyari pinjeman uang kemana, pembayaran yang awal aja saya belum bayar, apalagi biaya opersi nanti “ucap Rian sambil menangis tersedu-sedu “kasihan sekali kamu Rian, yaudah ayo sekarang kita ke Rumah Sakit untuk membayar semuanya “kata si bapak sangat antusias “serius pak? “dua rius demi Mbah Ijah, Ya udah ayo ke Rumah Sakit “ajak si bapak “saya gatau harus bagaimana cara membalas semua kebaikan bapak “ucap Rian tambah semakin menangis sesenggukan, karena si bapak mau menolong Rian “udah gausah nangis, ayo sekarang ke Rumah Sakit, ajak si bapak lagi “iya pak, omong-omong saya belum tau nama bapak siapa? “Tanya Rian sambil berjalan menuju mobil “belum pak “nama bapak Irfan Gerdian, panggil aja Irfan, maaf ya, bapak belum ngasih tau nama bapak “ujar Pak Irfan
Mereka pun melanjutkan perjalanan ke Rumah Sakit Bhayangkara, setibanya disana Rian dengan Pak Irfan mengurus biaya administrasi Mbah Ijah, setelah membayar semuanya, Rian dan Pak Irfan pergi keruang Mbah Ijah, ternyata Mbah Ijah sudah sadar “Alhamdulillah Mbah udah sadar “Rian, iku sopo? “Mbah Ijah menunjuk Pak Irfan “ini Pak Irfan mbah, dia yang udah bantuin kita “ujar Rian, lalu memagang tangan mbah Ijah “Mbah yang kuat ya, Mbah pasti sembuh kok, nanti kalau mbah udah sembuh, Rian bawa Mbah ke Restourant, nanti Mbah bisa makan enak disana “sambung Rian mencoba memberi semangat Mbah Ijah “Engga Rian, Mbah ga akan sembuh, Mbah udah pasrah sama yang diatas ”Ish, gaboleh ngomong gitu Mbah, Mbah pasti sembuh kok masa Mbah gak kasian ke Rian, Sekarang Rian aja udah merasa kesepan, apalagi kalau ga ada Mbah “ucap Rian sambil mengelus-elus tangan Mbah Ijah “mben, lek Mbah wes gak ono, ojok lali sembayang, ambek ngajine, ojok sampe adoh mbek seng neng dukor “Mbah pasti sehat kok, tenang ae mbah “ujar Rian mencoba menenangkan Mbah Ijah “Mbah, Mbah pasti sembuk kok, sayu sama Rian selalu mendoakan Mbah Ijah biar cepet sembuh, nanti kalau mbah udah sembuh, Mbah bisa kumpul bareng Rian lagi “kata Pak Irfan menenangkan Mbah Ijah “iya terima kasih Rian, mbah ngantuk, mbah mau istirahat dulu ya “yaudah Mbah istirahat ya, “Rian sama Pak Irfan mau sholat Asyar dulu “ucap Rian, lalu berlalu meninggalkan Mbah Ijah
Sesampainya di Musholla, Rian dan Pak Irfan lalu berwudhu dan melaksanakan sholat Asyar, tidak lupa berdo’a dan berdzikir kepada Allah SWT, saat berdzikir, tiba-tiba perut Rian berbunyi, Rian mulai dari semalam belum makan, untung nya Rian sudah biasa tidak makan seharian, jadi Rian terlihat biasa-biasa saja “loh, kamu lapar?”Tanya Pak Irfan “em…I iya Pak, dari semalam belum makan, tapi Rian masih tetep kuat kok “ujar Rian sok kuat “Ya Allah Rian, kok ga bilang, ya udah ayo ke kantin, kita makan bareng-bareng kebetulan Bapak juga belum makan siang, nanti bapak traktir “sambung Pak Irfan sambil menarik tangan Rian untuk ke kantin, setibanya di kantin, Pak Irfan menyuruh Rian untuk memesan makanan yang diinginkan, Rian pun memesan Nasi Goreng, Bakso, Pecel Lele dan Lalapan, untuk minumnya Rian hanya memesan es teh dan orange juice, Rian makan dengan sangat lahap, sudah lama Rian tidak makan makanan yang seperti itu
Setelah makan, Pak Irfan dan Rian pergi ke kamar Mbah Ijah lagi, setibanya disana “Mbah kamu udah tidur ternyata “ujar Pak Irfan, Rian memegang tangan Mbah Ijah, saat memegang tangan Mbah Ijah, tangan itu dingin bukan main, warnanya juga putih pucat “Pak kok tangannya mbah dingin ya, kayaknya Mbah kedinginan “ucap Rian masih memegang tangan Mbah Ijah “hah, dingi? Perasaan tadi engga “Pak Irfan pun mengecek pernapasan Mbah Ijah, tidak ada oksigen yang keluar masuk disana, Pak Irfan juga mengecek denyut nadi di tangan Mbah Ijah, namun hasilnya Nihil! Perasaan Rian tidak enak “gimana om? “Tanya Rian “Mbah Ijah udah gak ada “jawab Pak Irfan prihatin “bohong, bercandanya gak lucu loh Pak “ucap Rian tidak percaya “beneran Rian, kamu yang sabar ya
Degh
Rian langsung memeluk Mbah Irfan langsung memeluk Mbah ijah, sakit sakit sekali rian tidak bisa menerima jika Mbah Ijah meninggalkan Rian. Rian meneteskan air mata “Mbah, Mbah tega banget sama Rian…..Rian kesepian Mbah, semua orang yang Rian sayang ninggalin Rian gitu aja …..Mbah …..bangun Mbah, bangun Rian gatau harus ngapain kalo gaada mbah ….Mbah, jemput Rian Mbah …..Rian mau ikut Mbah aja….”Lirih Rian. “udah Rian, ini yang terbaik buat Mbah Ijah, sekarang Mbah Ijah udah gak sakit lagi “Pak Irfan menenangkan Rian “Rian harus gimana Pak….Rian gapunya siapa-siapa lagi “ada Bapak, kok “ujar Pak Irfan
Tak lama kemudian pihak Rumah Sakit mengurus jenazah Mbah Ijah dan menguburkan jenazah Mbah Ijah tepat disebelah makam orang tua Rian
Hari pun berlalu semenjak Mbah Ijah meninggal Rian tinggal dengan Pak Irfan, berkat Pak Irfan, sekarang Rian menjadi musisi terkenal, dan bahkan bisa membeli rumah sendiri dengan hasil jerih payahnya selama ini, Pak Irfan menjodohkan Rian dengan putrinya yang bernama Alivia Ferdiana bisa dipanggil Livi, Rian yang merasa cocok dengan Livi hitung-hitung balas budi Rian kepada Pak Irfan, Rian pun hidup bahagia bersama Livi.
“End”