Direktori guru- Diceritakan oleh seorang Narasumber yang meminta untuk dirahasiakan namanya, bahwa ada seorang santri senior di salah satu Pondok Pesantren di Kabupaten Lumajang yang terkenal dengan humornya, sebut saja namanya Zaidun. Suatu ketika di malam hari ketika semua santri sudah terlelap, Zaid (nama panggilan) yang kebetulan lewat di depan Dalem (rumah) nya Kyai di timbali (dipanggil) oleh sang Kyai,
” Zaid..Zaid.” panggil sang Kyai.
“Enggi ka’dintoh abdinah” jawab Zaid menghadap sang Kyai. (Iya kyai..ada apa )
“Be’en mik gik tak tedung. Jem berempah riyah” sengak tak jegeh shobbu lagguk ” Timpal sang Kyai.
(Kamu kok belum tidur, sudah jam berapa ini. Awas besok gak bangun sholat subuh)
” Enggi, abdinah ageduin piket ronda malam” jawab si Zaid. ( Iyaa.. saat ini saya piket ronda malam)
“Oh iyelah. Bedeh berempah kancanah.??” Tanya sang Kyai (Oh yaa sudah. Ada berapa orang teman)
“Beluk kancah ka’dintoh” jawab Zaid.(Ada delapan orang)
“Eberriknah jeruk gellem.?? Gik uruh bedeh tamoi dari Semboro nyambih jeruk se sak. Waak dissak yadek en mushollah. Ngalak se cokopah sekanca’an” Dawuh sang Kyai sambil menunjuk tempat satu sak Jeruk berada. (Saya kasih jeruk mau?? Tadi ada tamu dari Semboro bawa satu sak Jeruk. Itu ada di depan mushollah. ambil secukupnya)
” Enggi”. singkat Zaid.(Iya)
Zaid pun langsung menuju depan mushollah untuk mengambil jeruk yang ditawarkan oleh sang Kyai. Karena tidak membawa Keresek, akhirnya Zaid membuka jaket yang dia Pakai pada saat itu sebagai wadah jeruknya.
“Ampon kandintoh” ucap Zaid kepada sang Kyai(Sudah Kyai)
” Oh iyelah ….dulih ngabber ke pos ronda. Du’um ke cah kancanah” Dawuh sang Kyai.
(Oh, Iya sudah..segera terbang ke Pos ronda, temannya dikasih semua)
“Enggi”(iya) jawab Zaid Singkat.
Karena bahasa yang pakai oleh Kyai adalah (SEGERA TERBANG), setelah menjawab Zaid pun langsung lari dari hadapan sang Kyai berniat menuju ke Pos ronda tempat dimana teman-temannya berada. Namun belum jauh, Zaid malah di panggil lagi oleh sang Kyai.
“Zaid..Zaid” Panggil sang Kyai.
Zaid pun kembali menghadap sang Kyai.
“Mik buruh be’en,”ucap sang Kyai dengan Nada menegur (kenapa kamu lari)
Karena secara Akhlak, lari di depan guru itu tidak boleh, Bisa dikatakan tidak berakhlak.
Dengan wajah datarnya Zaid pun menjawab dengan berdalih bahwa dia tidak berlari,
“Punten …..abdinah ajelen jik jik” jawab Zaid (tidak Kyai. Saya jalan cepat)
Spontan jawaban Zaid membuat sang Kyai tersenyum lebar.
Alih-alih memarahi, sang Kyai pun menyuruh Zaid segara pergi.
” Oh iyelah..dulu mangkat”. Perintah sang Kyai dengan wajah masih tersenyum. (Oh iya sudah..segera berangkat sana)
“Enggi” (iya) jawab Zaid. Dia pun segera hilang dari pandangan sang Kyai.
Penulis : Hasim Ashari