Asep, itulah nama panggilannya. Dia merupakan salah satu santri di salah satu Madrasah yang berada di Kabupaten Lumajang. Namun dia tidak tinggal menetap (tidak mondok) didalam pesantren yang dalam bahasa Madura dijuluki (santri nyolok/ santri mosengan).
Sebagai seorang santri, Asep harus ta’dzim kepada Kyai nya selama itu baik. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari dia mengabdikan dirinya untuk sang Kyai, baik siang dan malam, bahkan dia juga setiap hari pergi ke pasar untuk berbelanja yang lumrahnya di kerjakan oleh kaum hawa, Sampai dia banyak kenalan banyak ibu-ibu di dalam pasar. Hari demi hari dia lalui dengan senang hati, sabar dan tanpa ada rasa lelah untuk mengabdikan dirinya kepada sang Kyai, hingga tidak terasa dia sudah berusia sekitar 27 tahun yang banyak orang mengatakan sudah lewat dari Sunnatur Rosul yaitu menikah.
Pagi itu Asep baru datang dari pasar dengan membawa banyak barang belanjaan dan yang pasti disitu ada terong dan telor yang menjadi makanan kesukaan sang Kyai.
“Sep..kamu sudah usia berapa??” Tanya sang Kyai yang pada saat itu sedang duduk santai sambil memegang tasbih yang Istiqomah membaca wiridan.
” Kurang faham Yai.. tapi sepertinya sekitar 27 tahun” . Jawabnya Sambil tersenyum.
“Gak mau nikah kamu Sep…???
Cek tulang rusuk mu Sep…siapa tahu lengkap Sep..?? Candanya seraya tersenyum.
” Kalo nikah yaaa …mau Yai, cuma belum ketemu jodohnya” Asep menanggapi.
“Jangan di tunggu Sep..harus di cari, harus ada usaha. DO’A, minta ke Allah setiap setelah sholat, yaaa.” Dawuhnya.
” Sebetulnya ada salah satu temen pada saat dulu di Madrasah ibtidaiyah yang saya suka Yai, cuma takut di tolak, dan sekarang dia berstatus Yatim. Kalo tidak salah sekitar 5 THN yang lalu abahnya meninggal dunia karena sakit parah.” Pungkasnya.
” Siapa namanya Sep..?” Tanya sang Kyai.
” Fatimah Yai..” jawabnya.
” Looh. Fatimah anaknya B.farida penjual sayuran itu..? Yang rumahnya selatanya pertigaan ?” Tanya sang Kyai.
“Enggeh Yai..” Jawab Asep.
” Coba kamu beli sayur kesana supaya akrap dulu dengan B.farida”. Saran sang Kyai.
” Alhamdulillah setiap hari pasti kesana Yai..beli terong dan bayam untuk keperluan masak…Heee”. Sambil lalu tersenyum Asep menjawab .
” Berarti kamu sudah akrab sama B.farida dan anaknya Fatimah.. yaa Sep?”. Sang kyai terheran sambil tersenyum.
” Begini Sep.. mulai saat ini setiap setelah sholat 5 waktu kamu berdo’a sesuai apa karepmu ke Fatimah, Pakai bahasa kamu sendiri saja biar gak sulit. Minta ke Allah jangan setengah setengah. Pasti terkabulkan Sep” Sang Kyai menasehati dan meyakinkan Asep yang sudah siap menikah tersebut. setelah itu beliau nya masuk ke rumah untuk persiapan sholat Jamaah Dhuha bersama para Santri.
Asep pun melanjutkan pekerjaannya, mengantar kan barang belanjaan ke dapur.
Pada saat itu Asep mulai merangkai DO’A untuk dia minta kepada Allah SWT setiap setelah Sholat 5 waktu.
Waktu dhuhur pun tiba, Asep bersiap2 untuk sholat Dhuhur berjamaah. Setelah sholat, dzikir dan DO’A yang dipimpin oleh sang kyai, Asep pun menambahkan DO’A khususnya untuk Fatimah
” Yaa Allah, jadikanlah Fatimah, anak dari Bu Farida menjadi istriku dunia akhirat. Saya sangat cinta dia Yaa Allah. berikanlah jalan kemudahan bagi Hambamu ini untuk meminangnya.
Kalo memang dia berjodoh dengan orang lain, maka gagalkanlah yaa Allah.
Kalo memang dia bukan jodohku, maka jodohkanlah aku dengannya yaa Allah.
Amiin yaa robbal Alamiin.” Asep menutup doanya sambil mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya. Doa tersebut menjadi doa sapujagat Asep setiap setelah sholat 5 waktu.
Hari demi hari ketemu sepekan, setiap bulan dan tidak terasa sudah satu tahun dari percakapan antara Asep dengan sang Kyai pada pagi itu, akhirnya Asep mencoba beranikan diri untuk melamar Fatimah (putri dari seorang janda, Bu.farida). Meskipun Asep terbilang Satri luaran yang tidak mondok, tapi dia selalu bermalam di pondok dan ikut berjamaah sholat subuh. Setelah selesai sholat berjamaah, Asep sowan ke dalem kyai.
” Assalamualaikum Kyai”. Asep ucap salam.
” Waalaikum salam…” jawab sang Kyai.
“Ada apa Sep.” Sang Kyai melanjutkan.
” Saya mau minta DO’A Restu panjengan Yai. Insyaallah saya sudah siap dan mantap untuk melamar Fatimah Putrinya B.farida.” sahut Asep.
“Sudah Istikharah kamu Sep”. Tanya sang Kyai lagi
“sudah Yai, Alhamdulillah petunjuk nya baik. Insyaallah sudah sekitar 1 tahun saya selalu minta dalam Doa supaya Fatimah menjadi Jodoh saya Dunia akhirat Yai”. Jawab Asep sambil tersenyum malu.
” Bagus Sep. Insyaallah terkabulkan. Wong mintanya sudah 1 tahun”. Canda sang Kyai sambil menyakinkan Asep.
” Nanti setelah Isya’ kamu kerumah B.farida. ngomong yang baik. Utarakan niatmu”. Saran sang Kyai kepada Asep.
“Sendirian Yai???” Tanya asep
” Iyalah. Wong kamu yang mau ngelamar. Kalo saya yang berangkat bisa jadi B.farida yang kena” Timpal sang Kyai sambil tersenyum.
“Engge Yai” jawab Asep
Satu hari berjalan dengan begitu singkat, akhirnya sampai pada waktu dimana Asep siap-siap untuk berangkat melamar Fatimah(seorang anak yatim, Putri dari Tukang Sayur). Karena jarak rumah pondok dengan rumah B.farida tidak terlalu jauh, akhirnya Asep pun segera sampai di depan rumahnya.
“Assalamualaikum”. Ucap Asep sambil mengetok pintu yang hanya terbuka separuh.
“Waalaikum salam” . Sahut seorang wanita dari dalam dengan nada lembutnya.
” Loooh.. kamu Sep. Malem – malem begini belanjanya. Kok gak besok saja ?? Ucapnya menyambut kedatangan Asep.
“Ngapunten Bu.. maksud kedatangan saya kesini ada hal penting yang mau saya sampaikan”. Ucap Asep sambil tersenyum malu.
“Oh..silahkan masuk dulu Sep”. Timpal Bu Farida selaku tuan rumah
Asep pun masuk dan di persilahkan untuk duduk di ruang tamu dengan penuh penghormatan, karena Bu Farida tahu kalo Asep adalah seorang santri yang setiap harinya berbelanja di warungnya Bu Farida. Meskipun begitu Janda satu anak ini tidak duduk di depan Asep secara berhadapan, namun dia duduk di kursi bagian belakang yang jaraknya sekitar 4m dari Asep demi untuk menghindari fitnah.
“Ada perlu apa Sep malam2 begini”. Tanya Bu Farida dengan nada lembut.
Meskipun sudah saling kenal satu sama lain, pada saat itu Asep terasa panas dingin karena ini merupakan pertama kalinya di mau meminang seorang wanita, dan pada saat ini juga dia berhadapan langsung dengan calon ibu mertuanya.
” Begini bu…Maksud kedatangan saya adalah ingin meminang anak ibu yang bernama Fatimah”. Ucap Asep dengan jantung berdetak kencang.
“Apa?????”
“Gak salah dengar saya Sep??? Sahut Janda satu anak tersebut.
” Yaaa Allah…setiap malam aku berdo’a salama 3 tahun supaya di jodohkan dengan kamu Sep.
Jadi kamu malah mau melamar anak saya Fatimah. Apa saya masih kurang cantik Sep???
Setiap hari saya berdandan hanya demi terlihat cantik di depan kamu Sep. Sudah 5 tahun saya menjanda rasanya ingiiiin sekali belaian seorang suami. Kalo kamu mau, menikahlah dengan saya Sep” . Sahut Bu Farida melamar balik Asep.
Asep pun terdiam tanpa kata-kata. Dalam hati dia bergumam “Yaa Allah…apa mungkin doa yang saya minta salah….atau malaikat Jibril salah catat. Atau mungkin saya kalah lama berdo’anya. Bu Farida selama 3 tahun, sedangkan saya cuma 1 tahun. Yang saya minta anaknya, Fatimah. bukan ibunya”.
Karena Asep merupakan santri yang sudah lihai dalam bertutur kata diapun menjawab dengan bijak tanpa menyakiti hati Bu Farida yang sudah lama jatuh hati ke Asep.
” Terimakasih atas perhatian dan do’anya selama ini. Kalo begini biar saya istikharah dulu”. Ucap Asep.
Setelah agak lama saling terdiam, Asep pun berpamitan.
Sepulang nya dari rumah B.Farida, Asep pun langsung mengutarakan kekecewaannya kepada sang Kyai,
“Assalamualaikum Kyai..” Sapa Asep di depan Dalem (rumahnya Kyai)
“Waalaikum salam, kamu Sep?? Sambut sang Kyai menemui Asep.
“Bagaimana hasilnya??” Tanya sang Kyai.
“Mungkin malaikat Jibril salah menyampaikan DO’A saya Kyai. yang saya karepi (inginkan) itu Fatimah (anaknya), eeh. Malah ibu nya yang kecantol. niat saya mau melamar Fatimah, tapi malam saya yang dilamar Oleh B. Farida Kyai” Ujar Asep tersenyum kecil.
“Katanya dia sudah setiap waktu dia selalu berdoa supaya di jodohkan denga saya, dan itu sudah berlangsung sekitar lima tiga tahun yang lalu. Yang sekarang saya bingung, kalo saya menolak, khawatir nya b.farida sakit hati. Sedang kalo saya terima, saya mau nya menikahi Fatimah (anaknya)”. Tambahnya.
” malaikat itu tidak pernah salah mencatat doa seseorang, malaikat itu sudah di rukhshoh (dijaga) dari salah”. Jelas sang kyai
“Dan sikap kamu sudah benar Sep. berdosa jika kita menyakiti orang lain”. Tambahnya.
Setelah sekian lama ngobrol, dengan nasehat yang diberikan oleh sang Kyai, akhirnya Asep memutuskan untuk menerima Lamaran B.farida.
Dua bulan pun berlalu sangat singkat. semua persiapan pernikahan antara Asep dengan Bu. farida sudah matang. Undangan sudah tersebar, Tenda(terop) sudah terpasang rapi depan rumah dan semua keluarga dan masyarakat siap sudah berkumpul untuk merayakan hari pernikahan antara (Asep dengan Farida).
Pada H-1 hari pernikahan, Bu Farida yang sudah terbiasa mandiri sejak menjanda berniat untuk pergi ke salon kecantikan demi terlihat anggun selama acara pernikahan. namun nahas, ketika menyeberang jalan dia keserempet Mobil Box yang melaju kencang hingga terpental ke bahu jalan dan menyebabkan dia meninggal pada saat itu juga. Semua orang yang menyaksikan kejadian tersebut berteriak histeris, apalagi besok pagi dia akan melangsungkan Akad Nikah dengan Asep.
Setelah acara pemakaman Almarhumah B. Farida, keluarga dari pihak mempelai wanita dengan pihak mempelai pria akhirnya mengadakan rapat keluarga,
” Ini bagaimana, undangan sudah tersebar luas, tenda(terop)sudah terpasang. apakah ini kita lanjutkan acaranya tanpa ada kemanten (mempelai pria dan wanita).” Ujar P. Sholihin selaku paman dari B.farida(almrh).
Sang Kyai selaku wakil Wali dari Asep juga turut hadir pada pertemuan keluarga tersebut,
” Mungkin Begini saja, almrh B.farida itu punya anak namanya Fatimah, saya kira dia sudah usia cukup untuk menikah, bagaimana kalo kita nikahkan saja Fatimah dengan Asep”. Ungkap sang Kyai memberi pendapat nya.
Dari pihak keluarga Fatimah pun berbincang kecil untuk mencari suara bulat. P. Sholihin sebagai calo Wali pun menanyakan kepada Fatimah.
” Ndok, saya kira kamu sudah dewasa dan faham akan keadaan yang terjadi saat ini, memang berat. Ndok…demi mengganti ibu mu yang sudah menghadap Allah SWT, apakah kamu bersedia untuk menikah dengan Asep.” Ucapnya dengan nada lembut.
” Demi Allah pak de (nama panggilan paman untuk orang Jawa), kalo memang ini merupakan taqdir Allah yang di berikan kepada saya dan Almarhumah Ibu, dan ini merupakan jalan terbaik bagi saya dan Almarhumah ibu, saya bersedia di menikah dengan Kang Asep” tegas Fatimah ketika memberikan tanggapan.
“Alhamdulillah….” Ucap semua keluarga yang hadir.
“Alhamdulillah……. mungkinkah ini jawaban dari DO’A hamba yang selalu termunajat di setiap lantunan DO’A hamba Yaa Allah…” Ungkap Asep dalam hatinya.
Pada akhirnya nya Asep menikah dengan Fatimah dan menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah dan di karuniai 2 orang anak laki- laki dan perempuan, hingga keduanya menjadi kakek nenek.
The end…